Jakarta – Kegiatan yang satu ini hampir selalu ada di tiap perlombaan 17 Agustus. Yup, itulah lomba balap karung, salah satu permainan tradisional Indonesia yang mengadu kecepatan.
Namun, bukan sembarang lomba balap. Kaki para peserta dimasukkan ke dalam karung goni dan mereka harus melompat-lompat untuk menjadi yang tercepat ke garis finish.
Terlihat sangat seru saat menonton pertandingannya, tapi apakah kamu tahu sejarah lomba balap karung? Katanya, sudah ada sejak zaman kolonial Belanda, lho! Langsung saja kita simak informasi selengkapnya di bawah ini, yuk!
Diperkenalkan oleh misionaris Belanda
Balap karung dipercaya sudah ada sejak zaman kependudukan Belanda. Mulanya, para misionaris Belanda lah yang memperkenalkan kegiatan tersebut ke sekolah-sekolah maupun instansi-instansi yang dibentuk pihak kolonial.
Nah, karena terlihat menyenangkan dan mudah ditiru, masyarakat Indonesia pun tertarik untuk mencobanya. Diyakini, orang-orang Betawilah yang lebih dahulu mulai memainkannya.
Pada awalnya, balap karung hanya dimainkan oleh anak-anak usia sekitar 6–12 tahun saja. Namun, lambat laun, permainan tersebut juga merambah ke orang dewasa, mulai dari bapak-bapak sampai dengan ibu-ibu.
Sebuah bentuk kekesalan masyarakat Indonesia kepada kolonial Belanda
Versi sejarah lomba balap karung yang lain menyebutkan bahwa permainan tersebut sebenarnya lahir dari rasa kesal orang-orang zaman dulu yang tak mampu membeli pakaian akibat penjajahan Belanda. Karena tak memiliki uang yang cukup, kebanyakan masyarakat Indonesia kalangan bawah lantas menjadikan karung goni sebagai penutup tubuh mereka.
Tak jarang, lantaran terlalu malas untuk membuat lubang, beberapa orang langsung menginjak-injak karung tersebut sampai bolong. Yang awalnya sebuah bentuk kekesalan, kebiasaan melompat-lompat di dalam karung goni lambat laun bertransformasi menjadi sebuah permainan yang dipertandingkan hingga sekarang. Bagaimana tanggapanmu dengan versi yang satu ini?
Nilai budaya yang bisa dipetik dari lomba balap karung
Terlepas dari kejelasan asal-muasalnya, ada sejumlah nilai budaya yang bisa kamu ambil dari permainan balap karung, misalnya nilai kerja keras dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari usaha para peserta untuk sampai ke garis akhir. Tentunya, balapan dengan kaki di dalam karung goni tak semudah berjalan atau berlari biasa.
Nah, karena terbilang sulit, tak jarang beberapa orang sengaja berlaku curang supaya cepat sampai ke garis finish. Di sinilah sportivitas peserta diuji. Meskipun susah, kita tetap harus sportif dengan menaati peraturan permainannya.
Itulah sejarah lomba balap karung yang sering dipertandingkan saat perayaan 17 Agustus.
Silvia Andriani
Discussion about this post