Deolipa Yumara, selaku tim kuasa hukum Fariz RM menyatakan keberatan atas tuntutan enam tahun dan denda 800 juta yang di ajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam kasus penyalahgunaan narkotika oleh klien mereka dalam sidang di Pengadilan Jakarta Selatan (4/8/2025). Mereka menilai bahwa tuntutan tersebut mengabaikan aspek kemanusiaan terhadap korban penyalahgunaan narkotika.
Usai persidangan, Fariz tampak tenang dan menerima proses hukum yang sedang berlangsung. Ia memilih untuk menyerahkan langkah selanjutnya kepada tim kuasa hukumnya.
“Nggak apa-apa, ya kita ikutin aja dulu dalam persidangannya. Kan masih proses ya, kita hormati aja prosesnya. Saya jalani aja, saya menjalani aja dulu prosesnya,” tutur Fariz.
“Penasihat hukum pasti membela gitu kan pada akhirnya ya vonis akan diserahkan kepada pengadilan. Jadi kalau buat saya sih diikuti aja prosesnya sampai akhir,” tambahnya.
Sementara itu, kuasa hukum Fariz, Deolipa Yumara, menegaskan bahwa kliennya bukan pengedar narkoba, sebagaimana yang tercantum dalam dakwaan jaksa. Ia menyebut bahwa pasal-pasal yang dikenakan—yakni Pasal 114, 112, dan 111 Undang-Undang Narkotika—tidak tepat diterapkan kepada Fariz yang dalam fakta persidangan justru terbukti sebagai pengguna.
“Fariz RM adalah korban, bukan pengedar. Tapi dituntut seolah-olah ia pelaku utama. Ini bentuk kekeliruan yang harus dikoreksi,” kata Deolipa usai persidangan.
Ia menambahkan bahwa tuntutan enam tahun penjara sangat tidak manusiawi bagi seorang pengguna narkoba yang justru perlu dipulihkan. “Kalau dia dipenjara, habis sudah. Tidak ada ruang pemulihan bagi pecandu. Seharusnya dia direhabilitasi, bukan dihukum,” ucapnya.
Menurut Deolipa, hukuman penjara terhadap pengguna hanya memperparah situasi, bahkan bisa membuat kondisi mental dan fisik semakin hancur. Ia menilai pendekatan hukum yang dipakai jaksa terlalu kaku dan tidak mengikuti perkembangan paradigma penanganan kasus narkotika saat ini, yang menekankan rehabilitasi dan perlindungan terhadap pengguna sebagai korban.
“BNN sendiri sudah menyatakan pengguna itu korban. Jadi kalau korban dihukum berat, kita sedang tidak menyelamatkan dia, tapi menghancurkan,” tegasnya.
Tim kuasa hukum pun menyatakan akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan dalam persidangan mendatang, baik secara pribadi dari Fariz maupun melalui pembela hukum. Tak hanya itu, mereka juga menyiapkan langkah lebih lanjut dengan mengajukan permohonan abolisi atau amnesti kepada Presiden RI.
“Kalau koruptor saja bisa diabolisikan, masa pengguna narkoba tidak? Kami akan ajukan surat resmi ke Presiden Prabowo agar kasus ini mendapat perhatian. Korban narkotika seperti Fariz adalah orang yang seharusnya diselamatkan, bukan dikorbankan,” pungkas Deolipa.
Persidangan akan berlanjut dengan agenda pembacaan pembelaan. Pihak Fariz berharap hakim dapat memberikan putusan yang adil dan mempertimbangkan semangat penyelamatan, bukan penghukuman semata. *
Discussion about this post