Selang seminggu di gelar kembali sidang lanjutan kasus narkotika yang menjerat musisi senior Fariz Rustam Munaf (Fariz RM) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/8).
Agenda persidangan kali ini adalah pembacaan Duplik oleh tim kuasa hukum terdakwa terhadap Replik yang sebelumnya disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam sidang tersebut, Ferdio Simanjuntak, S.H., yang mewakili tim penasihat hukum Fariz RM, menyatakan bahwa pihaknya menolak seluruh dalil yang disampaikan JPU.
Menurut Ferdio, Replik jaksa tidak menghadirkan argumentasi baru selain sekadar pengulangan dari dakwaan dan tuntutan sebelumnya.
“Setelah kami pelajari, tidak ada fakta hukum dan argumentasi baru yang dihadirkan JPU. Replik yang dibacakan hanya berupa pengulangan, bahkan mengabaikan fakta-fakta persidangan, termasuk keterangan ahli yang jelas menyebutkan terdakwa adalah penyalahguna, bukan pengedar narkotika,” tegas Ferdio di hadapan majelis hakim.
Argumentasi Hukum, Kuasa Hukum Fariz RM Dalam Dupliknya, kuasa hukum menyoroti sejumlah poin penting:
Tidak Terpenuhinya Unsur Dakwaan Tim kuasa hukum menilai unsur pasal yang didakwakan jaksa tidak terpenuhi, karena bukti-bukti dan keterangan saksi menunjukkan bahwa narkotika golongan I yang ditemukan, dimiliki untuk dikonsumsi pribadi, bukan untuk diedarkan.
Hak atas Rehabilitasi mengacu pada Pasal 54 dan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pecandu narkotika wajib mendapatkan perawatan melalui rehabilitasi medis dan/atau sosial. Hal ini ditegaskan pula dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahguna Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi.
Fakta Persidangan yang Diabaikan Jaksa Ferdio menilai JPU dengan sengaja menyingkirkan fakta persidangan, termasuk keterangan saksi dan ahli yang menyatakan terdakwa berada dalam kondisi ketergantungan narkotika.
Penerapan Prinsip Keadilan Restoratif Menurut kuasa hukum, penegakan hukum terhadap kasus narkotika seharusnya membedakan antara pengedar dan pengguna. Sebagai seorang pecandu, Fariz RM dinilai lebih tepat menjalani rehabilitasi daripada hukuman penjara.
Selesai sidang, Deolipa Yumara, anggota tim kuasa hukum Fariz RM, menegaskan bahwa pihaknya tetap konsisten memperjuangkan rehabilitasi bagi kliennya.
“Fariz RM bukan pengedar, dia adalah pengguna yang kecanduan. Oleh karena itu, dia harus direhabilitasi, bukan dipenjara. Kami sudah sampaikan semua argumentasi dalam Duplik ini. Sekarang tinggal menunggu kebijaksanaan majelis hakim,” ujar Deolipa.
Deolipa menambahkan bahwa pihak keluarga juga terus memberikan dukungan moral. Meskipun kecewa dengan sikap JPU yang tetap bersikeras pada tuntutannya, keluarga dan kuasa hukum tetap berharap majelis hakim dapat mengambil keputusan yang adil serta mempertimbangkan kondisi terdakwa.
Agenda Sidang Selanjutnya
Majelis hakim yang dipimpin Ketua Majelis kemudian menetapkan sidang selanjutnya dengan agenda pembacaan putusan pada 4 September 2025.
Dengan demikian, nasib hukum Fariz RM akan ditentukan pada tanggal tersebut: apakah ia harus menjalani hukuman penjara sesuai tuntutan jaksa, ataukah direhabilitasi sebagaimana tuntutan pembelaan tim kuasa hukumnya.
“Fariz sendiri sudah pasrah dan siap menerima apa pun keputusan hakim. Namun sebagai kuasa hukum, kami tetap berharap beliau mendapat rehabilitasi. Sebab, secara hukum maupun medis, beliau adalah pecandu yang wajib disembuhkan, bukan dijatuhi pidana penjara,” pungkas Deolipa.
Dalam tuntutan sebelumnya, JPU meminta agar Fariz RM dijatuhi hukuman 6 tahun penjara atas kepemilikan narkotika golongan I. Namun, pembelaan kuasa hukum berpegang pada yurisprudensi dan regulasi yang mengedepankan rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika.
Sidang pembacaan putusan pada 4 September mendatang akan menjadi penentu apakah majelis hakim lebih mempertimbangkan aspek represif berupa pemidanaan, ataukah pendekatan rehabilitatif yang berorientasi pada pemulihan.
Discussion about this post